FISIP UNNES Gelar FGD Bahas Masa Depan Penegakan Hukum di Indonesia
3 min read
SEMARANG, Mediasuarapublik – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Negeri Semarang (UNNES) menggelar Forum Group Discussion (FGD) dengan tema “Masa Depan Penegakan Hukum” (Telaah kritis terhadap Polri, Kejaksaan, dan Lembaga Pemasyarakatan), Rabu (18/2/2025). Kegiatan ini diadakan untuk mengajak berbagai pihak, mulai dari akademisi, mahasiswa, hingga praktisi hukum, untuk berperan aktif dalam memikirkan masa depan penegakan hukum di Indonesia.
Bertempat di Ruang Rapat Lantai 5 Gedung Baru FISIP UNNES, acara yang dimulai pukul 09.00 WIB ini dihadiri lebih dari 50 peserta, yang terdiri dari berbagai kalangan. FGD ini dilaksanakan dengan tujuan untuk menghasilkan ide-ide dan rekomendasi yang dapat berkontribusi pada penegakan hukum yang lebih adil dan berkeadilan.
Dengan tema yang sangat relevan, yaitu “Masa Depan Penegakan Hukum”, FISIP UNNES berharap dapat memberi kontribusi terhadap isu-isu hukum yang tengah berkembang di Indonesia. Dalam pembukaan acara, pihak FISIP UNNES menekankan pentingnya adanya evaluasi terhadap penegakan hukum yang saat ini masih menghadapi tantangan, seperti ketidakadilan dalam penerapan hukum, serta tumpang tindihnya kewenangan antara lembaga penegak hukum.
Dalam kegiatan ini, FISIP UNNES menghadirkan dua narasumber yang memiliki kepakaran dan pengalaman mendalam dalam bidang hukum, yaitu Prof. Dr. Tri Marhaeni Pudji Astuti, M.Hum , Guru Besar FISIP UNNES dan Dr. Wahyu Beny Mukti Setiyawan, S.H., M.H., C.Me., C.HRO , Dosen Politik Hukum, Konsultan Hukum, & Mediator.
Keduanya memberikan paparan yang mendalam mengenai kondisi dan tantangan penegakan hukum di Indonesia serta pentingnya perubahan untuk mewujudkan sistem hukum yang lebih transparan dan berkeadilan.
Dalam presentasinya, Prof. Dr. Tri Marhaeni Pudji Astuti menjelaskan pentingnya konsep konstruksi sosial dalam memahami penegakan hukum. Menurutnya, penegakan hukum harus dapat menyatukan persepsi antara masyarakat, penegak hukum, dan negara. Ia juga mengingatkan bahwa aturan hukum yang dibuat seharusnya bertujuan baik, namun sering kali dihadapkan pada berbagai interpretasi yang tumpang tindih. Ini dapat menciptakan ketidakjelasan dalam penerapannya.
“Sosialisasi hukum yang tidak massif justru menimbulkan kebingunguan di masyarakat. Hal ini menyebabkan keadilan menjadi sulit dijangkau oleh sebagian besar masyarakat, terutama mereka yang berada di kalangan bawah,” ujarnya.
Sementara itu, Dr. Wahyu Beny Mukti Setiyawan mengingatkan bahwa kewenangan dalam penegakan hukum harus sejalan dengan prinsip keadilan rakyat. Ia menyarankan agar Undang-Undang Kejaksaan, serta Undang-Undang lainnya yang terkait dengan penegakan hukum, direformasi agar tidak hanya memberikan kekuasaan tetapi juga menjamin transparansi dan akuntabilitas.
“UU Kejaksaan harus ditinjau ulang untuk memastikan bahwa tidak ada potensi penyalahgunaan kewenangan, dan masyarakat merasa diwakili dalam setiap keputusan yang diambil,” tambahnya.
Dr. Wahyu juga menggarisbawahi pentingnya dialog publik dalam proses judicial review yang dapat menjadi saluran bagi masyarakat untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap kebijakan hukum yang ada. Proses ini bisa membuka ruang untuk diskusi lebih lanjut mengenai perubahan yang dibutuhkan dalam sistem hukum Indonesia.
Dalam kegiatan ini, para peserta FGD menyarankan agar penegakan hukum di Indonesia seharusnya lebih berpihak kepada keadilan rakyat, bukan hanya untuk kelompok tertentu atau elite. Dalam rekomendasinya, FGD menyatakan perlunya melakukan revisi terhadap UU Polri dan UU Kejaksaan, serta mendorong adanya reformasi untuk menghilangkan tumpang tindih kewenangan dan memberikan ruang bagi transparansi, akuntabilitas, serta keadilan yang merata.
Selain itu, FGD juga menyoroti pentingnya keterlibatan masyarakat dalam proses perubahan regulasi hukum. Keterlibatan publik dan pakar hukum dalam pembuatan kebijakan diharapkan dapat memastikan bahwa kebijakan yang dihasilkan mencerminkan kebutuhan dan aspirasi rakyat, serta dapat diimplementasikan dengan konsisten.
Penegakan hukum di Indonesia hingga saat ini masih menghadapi banyak tantangan, terutama dalam mewujudkan keadilan yang benar-benar berorientasi pada rakyat. Ketimpangan hukum terlihat jelas, di mana masyarakat kecil sering kali lebih cepat mendapat sanksi dibandingkan dengan kelompok elit yang kerap lolos dari jerat hukum. Selain itu, intervensi politik dan korupsi di lembaga penegak hukum masih menjadi hambatan serius dalam menciptakan sistem hukum yang adil.
Meski berbagai reformasi telah dilakukan, implementasinya masih belum optimal. Oleh karena itu, FGD ini menyimpulkan bahwa diperlukan komitmen yang lebih kuat dari semua pihak untuk menciptakan sistem hukum yang lebih transparan, independen, dan berpihak pada kepentingan rakyat.