Australia Peringatkan Asia Tenggara Adanya Potensi ‘Tindakan Paksa’
2 min readMediasuarapublik – Australia memperingatkan negara-negara di wilayah Indo-Pasifik dan Asia Tenggara mengenai potensi ancaman serius terkait isu pertahanan. Pembahasan itu mencuat saat Australia menambah alokasi dana untuk proyek keamanan maritim bersama negara-negara Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara atau ASEAN selama pertemuan tingkat tinggi dengan para pemimpin regional di Melbourne.
Menteri Luar Negeri Penny Wong mengungkapkan pihaknya mengalokasikan dana sebesar A$286,5 juta, setara dengan sekitar Rp2,95 triliun, untuk berbagai proyek di wilayah ASEAN, termasuk bidang keamanan maritim. Pengumuman itu datang di tengah ketegangan dengan China dan perbedaan pandangan terhadap klaim wilayah di Laut China Selatan.
“Kita menghadapi tindakan-tindakan yang merusak, provokatif, dan memaksa, termasuk perilaku yang membahayakan di laut dan udara,” ujar Wong dalam pidatonya di pertemuan tersebut, tanpa menyebut nama China.
“Apa yang terjadi di Laut China Selatan, di Selat Taiwan, di subkawasan Mekong, di seluruh Indo-Pasifik, berdampak pada kita semua,” imbuhnya.
Melbourne menjadi tuan rumah bagi pertemuan para pemimpin dan pejabat dari 10 anggota ASEAN dari Senin (4/3) hingga Rabu (6/3). Myanmar tidak disertakan dalam pertemuan tersebut karena konflik yang masih berkecamuk di wilayah tersebut.
Australia memanfaatkan peringatan 50 tahun hubungannya dengan ASEAN untuk meningkatkan hubungan dengan kawasan tersebut seiring dengan meningkatnya jangkauan diplomatik dan militer China.
China mengklaim hampir seluruh kawasan Laut China Selatan, yang merupakan jalur perdagangan kapal senilai lebih dari $3 triliun setiap tahun. Klaim tersebut mencakup wilayah yang juga diklaim oleh beberapa anggota ASEAN seperti Filipina, Vietnam, Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Namun, pada 2016, Pengadilan Arbitrase Permanen menyatakan bahwa klaim Beijing itu tidak memiliki dasar hukum.
Menteri Luar Negeri Filipina Enrique Manalo mengungkapkan bahwa Laut China Selatan memiliki nilai strategis yang penting dan prospek yang menjanjikan, asalkan “negara-negara di kawasan memilih untuk mendorong kerja sama dalam mengatasi ketegangan.”
Australia dan Filipina memulai patroli laut dan udara gabungan pertama mereka di Laut China Selatan pada November.
Filipina meningkatkan upaya sebagai respons atas “tindakan agresif” Beijing di Laut China Selatan. Isu tersebut juga menjadi sumber ketegangan antara China dan Washington terkait kegiatan pelayaran di perairan internasional.
Konflik Myanmar
Lebih dari sebulan sejak para menteri luar negeri ASEAN menyerukan diakhirinya konflik berdarah di Myanmar, ratusan pengunjuk rasa berkumpul di luar pusat kota Melbourne. Mereka menyerukan diterapkannya tindakan hukuman nyata terhadap junta militer.
ASEAN tidak mengundang para jenderal utama Myanmar dalam setiap pertemuan hingga mereka menunjukkan komitmen terhadap rencana perdamaian. Namun, tidak ada tindakan lanjutan yang diambil. Junta militer Myanmar juga sangat marah dengan campur tangan ASEAN dalam urusan dalam negerinya.
“Negara-negara ASEAN dan Australia tolong bertindak. Kami perlu tindakan, mohon jangan menunggu rencana (ASEAN), itu tidak ada gunanya,” kata aktivis Yuyu Chit. [Red]#VOA