Kajian Hukum Kabid SMP Disdik Lamongan, Dikomentari Advokat dari PERADI
3 min readLamongan – mediasuarapublik.com
Setelah membaca kesimpulan dari kajian hukum yang berjudul “Kajian Hukum Tentang Sumbangan Biaya Pendidikan.” Nur Afit Santoso, S.H. praktisi hokum dari Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI). Komentar Dia adalah sebagai berikut, menurut PP No 48 Tahun 2008.
“Menurut pendapat saya kesimpulan tersebut adalah kurang tepat. Dikarenakan ketentuan Pasal 51 PP No.48/2008 yang menyebutkan bahwa dana pendidikan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dapat bersumber dari pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya yang dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan. Penting untuk perhatikan adalah frasa “yang dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan”, jelas berarti bahwa pelaksanaan pungutan untuk dana pendidikan pelaksanaannya haruslah mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, ketentuan pasal dalam Peraturan Pemerintah tersebut tidak berdiri sendiri melainkan berkaitan dengan peraturan perundang-undangan lainnya, terutama Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada Pasal 34 ayat (2) UU No. 20/2003 disebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Tidak ada perdebatan tafsir mengenai pasal tersebut, karena sangat jelas disebutkan bahwa penyelenggaraan wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar dijamin Pemerintah dan Pemerintah Daerah tanpa memungut biaya. Sehingga pada jenjang pendidikan dasar tertutup kemungkinan untuk memungut biaya. Sebaliknya, pungutan biaya adalah memungkinkan dilakukan pada jenjang pendidikan menengah,” ujar Nur Afit Santoso, S.H.
Tak hanya itu Nur Afit Santoso menjelaskan, “ Mengenai kesimpulan yang menyatakan Permendikbud no 44 tahun 2012 pasal 9 harus direvisi karena bertentangan dengan UU no 20 tahun 2003 dan PP no 48 tahun 2008. Dengan tidak mengurangi rasa hormat saya kepada Bapak Doktor, sekali lagi saya kurang sependapat dengan kesimpulan tersebut, karena pasal 9 Permendikbud tersebut jelas menyebutkan yang dilarang memungut biaya satuan pendidikan adalah satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah atau bahasa sederhananya adalah SD Negeri dan SMP Negeri dilarang memungut biaya pendidikan. Untuk itu Pasal 9 Permendikbud tersebut tidak bertentangan sama sekali dengan UU No. 20/2003. Mengenai anggapan bahwa pasal 9 Permendikbud No. 44/2012 bertentangan dengan PP No. 48/2008, adalah sudah jelas sebagaimana komentar atau tanggapan pada bagian pertama di atas mengenai PP No. 44/2012. Dimana PP No. 48/2008 tidak dapat berdiri sendiri melainkan dalam pelaksanaannya pun mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya, utamanya UU No. 20/2003. Oleh karena itu Permendikbud No. 44/2012 adalah tidak bertentangan dengan PP No. 48/2008. Dan seperti diketahui, Permendikbud No. 44/2012 adalah untuk mengganti Peraturan menteri pendidikan sebelumnya, sebagaimana konsideran Permendikbud tersebut disebutkan bahwa dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 60 Tahun 2011 tentang Larangan Pungutan Biaya Pendidikan Pada Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama terdapat kekurangan dan belum menampung perkembangan kebutuhan satuan pendidikan yang dikelola oleh masyarakat sehingga perlu diganti,” imbuhnya.
Pada kesimpulan yang menyatakan Berkaitan dengan dengan tugas komite sekolah, pengumpulan dana dari masyarakat berupa sumbangan bukan pungutan. Kesimpulan tersebut merujuk pada Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Pada Pasal 12 Peraturan Menteri tersebut disebutkan bahwa Komite Sekolah, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya. Dan yang dibolehkan adalah penggalangan dana dan sumber daya sebagaimana ketentuan Pasal 10 (1) Permendikbud No. 75/201.
Dan yang dibolehkan adalah penggalangan dana dan sumber daya sebagaimana ketentuan Pasal 10 (1) Permendikbud No. 75/2016 menyebutkan bahwa Komite Sekolah melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan. (2) Penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan.
Sedangkan, keterangan dari Humas SMPN 4 Babat Bambang S.Pd menerangkan, diperbolehkannya melakukan pungutan di lembaga dengan nominal yang ditentukan, karna ada izin dari bupati. Tapi Bambang sendiri belum pernah membaca isi dari surat edaran tersebut.
Disisi lain, dalam hal ini Timsus juga mendapatkan pengaduan dari salah satu wali murid SMPN 1 Ngimbang yang kebetulan duduk di kelas tujuh. Lewat sambungan telefon, dari aduan tersebut Timsus mendatangi SMPN 1 Ngimbang, guna mengonfirmasi aduan tersebut.
Ditemui Humas M Thohir S,Pd, saat dikonfirmasi, Thohir menerangkan, “Kalau pungutan di SMPN 1 Ngimbang dilakukan karena diperbolehkan, dan mendapat izin dari edaran Perbup. Dan sudah disepakati bersama dari komite sekolah dan wali murid,” katanya kepada Timsus Media Suara Publik.
Saat diminta menunjukkan Perbup tersebut, Thohir enggan menunjukkan. Keterangan yang sama juga didapatkan dari Kabid SMP Chusnu, yang diminta menunjukkan perbup tapi tidak bersedia, hanya berdalih kalau pungutan itu ada payung hukumnya.
Padahal sudah jelas Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan (Permendikbud) tahun 2016 pasal 10 ayat 1, melarang lembaga melakukan pungutan yang sifatnya ada ketentuan nominal, karena itu pungutan liar, yang tidak diperbolehkan. Tapi Permendikbud ini malah dinyatakan cacat hukum oleh kabid SMP Dr. R. Chusnu Yuli Setyo. (timsus)