Sejumlah Fakta Terkuak Saat Sidang Kedua
3 min readSIDOARJO, Mediasuarapublik – Mantan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor menjalani sidang kedua dugaan kasus pemotongan dana insentif ASN BPPD Sidoarjo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Senin (7/10).
Dalam agenda saksi sidang kali ini terungkap fakta-fakta mengejutkan. Ketua PN Sidoarjo, Ni Putu Sri Indayani, memberikan kesempatan kepada terdakwa Muhdlor untuk memberikan pertanyaan kepada saksi mantan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono.
“Yang pertama proses Surat Keterangan (SK) pernah tidak saya ikut ? Pernah tidak saya masuk ke kantor (BPPD Sidoarjo)? Pernah tidak saya memimpin rapat ? Semua proses SK pernah tidak saya ikut ?,” tanya Gus Muhdlor sapaannya.
“Tidak pernah,” jawab saksi Ari Suryono.
Lebih lanjut, saksi Ari Suryono juga mengungkap, uang Rp 50 juta tidak pernah diserahkan secara langsung kepada terdakwa. Bahkan, uang tersebut digunakan bukan untuk kepentingan terdakwa.
“Uang (pemotongan insentif, red) sebesar Rp 50 juta diserahkan kepada sopir terdakwa Achmad Masruri. Uang tersebut digunakan untuk tambahan anggaran pengawal pribadi dan sopir yang bekerja selama 24 jam,” ungkap terdakwa Ari Suryono.
Selain itu, terdakwa Ahmad Muhdlor juga membantah bahwasannya pertemuan pertama dengan Ari Suryono bukan membahas terkait dengan uang pemotongan insentif ASN BPPD Sidoarjo.
Melainkan, membahas terkait jumlah target BPPD Sidoarjo yang meningkat. Oleh karena itu, Gus Muhdlor memberikan tawaran untuk menambah pegawai supaya dapat memenuhi target yang meningkat.
“Pernah tidak saya memerintah untuk memotong insentif ?,” tanya terdakwa Ahmad Muhdlor.
“Tidak pernah,” jawab saksi Ari Suryono.
Selain itu, uang sedekah ini juga diberikan untuk membayar bea cukai bupati, acara laskar santri, pajak dan paket DHL. Dengan rincian membayar pajak Rp 26 juta, bea cukai Rp 27 juta, paket DHL Rp 2,8 juta dan laskar santri Rp 100 juta.
“Awalnya Pak Digsa meminta bantuan untuk menyelesaikan paket DHL. Atas perintah Pak Digsa untuk membayar, agar segera diselesaikan,” tambah terdakwa Ari Suryono.
“Apa itu ada perintah dari saya? Setelah membayar apakah saudara saksi melaporkan ke saya?,” tanya terdakwa Gus Muhdlor.
“Tidak ada perintah, tidak melaporkan,” jawab saksi Ari Suryono.
Selain itu, mengenai untuk Satu Abad NU, saksi Ari Suryono mengaku mengeluarkan 15 ribu nasi bungkus dengan harga per nasi bungkus Rp 10 ribu. Total uang yang dikeluarkan sebesar Rp 300 juta dari uang pemotongan insentif tersebut.
Menanggapi hal itu, terdakwa Gus Muhdlor membantah telah meminta saksi Ari Suryono untuk mengeluarkan uang sebanyak itu. Gus Muhdlor hanya memberikan imbauan agar menjadi tuan rumah yang baik.
Selain itu, Gus Muhdlor juga meminta menghormati tamu yang datang ke Sidoarjo. “Saya memberikan imbauan agar menjadi tuan rumah yang baik, serta bersikap yang baik. Sepantasnya menjadi tuan rumah, memberikan suguhan untuk tamu yang datang,” papar Gus Muhdlor.
Terungkap dalam persidangan, Ari Suryono mengaku dirinya hanya mengikuti apa yang sudah dilakukan sejak era bupati sebelumnya, Saiful Ilah.
“Kata Siska Wati dan Hadi Yusuf, sejak dulu memang begitu,” terangnya.
Berdasarkan pengakuan saksi, saat baru menjabat sebagai Kepala BPPD Sidoarjo, Ari Suryono diberitahu bahwa ada dana “sedekah” yang dipotong dari insentif pajak para pegawai BPPD.
Dana tersebut digunakan untuk biaya kebersamaan seperti jalan-jalan, pemberian hadiah para pegawai BPPD, serta untuk membiayai gaji 12 pegawai yang ada di BPPD yang tidak digaji oleh Pemkab Sidoarjo.
“Yang memberi tahu adanya dana sedekah adalah Siska Wati dan Hadi Yusuf. Sebelumnya juga sudah begitu (ada pemotongan insentif, red),” pungkasnya. [SKR/Red]