Mediasuarapublik.com

Mengedepankan Profesional Dalam Berita Yang Seimbang Secara Aktual Dan Faktual

Home » ”PATUT” jadi Langkah Pertolongan Pertama pada Kecelakaan

”PATUT” jadi Langkah Pertolongan Pertama pada Kecelakaan

2 min read

MALANG, Mediasuarapublik – Sering kali kita bingung harus melakukan apa saat melihat seseorang mengalami kecelakaan. Padahal Tindakan Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) yang dilakukan dengan benar akan meminimalisir cacat atau penderitaan. Bahkan menyelamatkan korban dari kematian. Namun bila tindakan P3K dilakukan dengan cara yang salah, malah dapat memperburuk keadaan, bahkan hingga menimbulkan kematian.

Terkait hal itu, dr. Muhammad Gagas Sasongko selaku dosen Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) memberikan beberapa tipsnya. Saat menemukan korban kecelakaan, masyarakat diharuskan untuk tidak panik. Jika panik dan tergesa-gesa, dutakutkan malah menambah resiko cedera bagi korban.

Pedoman PATUT, menjadi hal yang perlu dilakukan. PATUT merupakan akronim dari P: Penolong mengamankan diri sendiri lebih dahulu sebelum bertindak, A: Amankan korban dari gangguan di tempat kejadian, sehingga bebas dari bahaya, T: Tandai tempat kejadian sehingga orang lain tahu bahwa di tempat itu ada kecelakaan, U: Usahakan menghubungi ambulans, dokter, rumah sakit atau yang berwajib seperti polisi atau keamanan setempat dan T: Tindakan pertolongan terhadap korban dalam urutan yang paling tepat.

“Tindakan pertolongan yang dapat dilakukan pertama kali adalah memastikan adanya respons. Hal ini dapat kita lakukan dengan menepuk atau menggoncang korban dengan hati-hati pada bahunya dan bertanya dengan keras,” jelasnya.

Kedua, penolong pada saat yang bersamaan melihat apakah korban tidak bernapas atau bernapas tidak normal (gasping). Apabila korban tidak merespons dan tidak bernapas atau bernapas tidak normal, maka harus dianggap bahwa korban mengalami henti jantung.

Ketiga, lakukanlah pijat jantung (RJP). Penyelamat awam tidak dapat menilai dengan akurat apakah korban memiliki denyut nadi. Tindakan RJP dapat dihentikan apabila korban kembali sadar, dinyatakan meninggal atau membahayakan penolong.

“Keempat, apabila terdapat pendarahan pada tubuh korban, maka penolong dapat menekan area yang luka dengan menggunakan kain atau tisu yang bersih untuk menghentikan perdarahan,” tambahnya.

Gagas juga menyampaikan, apabila korban masih menggunakan helm, maka penolong dapat mengeluarkan helm korban dengan beberapa cara. Apabila helm berbentuk telur (egg shaped) maka tekniknya, menarik helm keatas penolong dan kesamping untuk menghindari tersangkut di telinga. Lalu apabila helm tersebut full face, maka tekniknya diawali dengan melepas kaca. Kemudian mengangkat sisi bawah miring ke depan, diikuti penarikan dengan arah berlawanan dari gerakan pertama.

“Sangat penting menjaga ketenangan dan mengurangi gerak bagi semua penolong. Pertahankan stabilitas kepala dalam rangka menjaga jalan nafas dan inline dari posisi. Jika memiliki penyangga leher maka sebaliknya digunakan,” pesannya. [Yw]