Mediasuarapublik.com

Mengedepankan Profesional Dalam Berita Yang Seimbang Secara Aktual Dan Faktual

Home » Dosen FISIP UNAIR Tanggapi Mantan Koruptor yang Mencalonkan pada Pemilu 2024

Dosen FISIP UNAIR Tanggapi Mantan Koruptor yang Mencalonkan pada Pemilu 2024

2 min read

SURABAYA, Mediasuarapublik – Menyambut Pemilihan Umum (pemilu) 2024, tantangan-tantangan dalam politik dan pertimbangan etika menjadi sorotan utama. Salah satunya menyoroti mengenai transparansi mantan koruptor dan dinamika politik menuju tahun demokrasi. Ucu Martanto SIP MA, dosen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP), Universitas Airlangga (UNAIR)memberikan tanggapan hal ini.

Dorong Masyarakat Cerdas Memilih

Menurut Ucu, “Data calon legislatif (Caleg) Tetap (DCT) yang telah diproses oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi dasar penilaian masyarakat dalam memilih calon-calon pemimpin. Namun, isu caleg yang memiliki catatan terpidana korupsi yang turut serta dalam pemilihan tetap menjadi perbincangan hangat. Di mana beberapa dari mereka bahkan berhasil terpilih pada periode pemilu sebelumnya,” jelasnya.

Selanjutnya, Ucu mengingatkan para caleg yang juga mantan terpidana korupsi untuk melakukan kewajiban mereka dalam memberikan informasi kampanye. Pasalnya hal tersebut juga akan berdampak pada pesan kampanye yang akan masyarakat terima.

“Partisipasi masyarakat dalam memberikan dukungan kepada mantan terpidana korupsi dalam pemilihan mencerminkan minimnya sensitivitas terhadap permasalahan korupsi. Meskipun mantan terpidana ini mungkin menarik dukungan dalam kompetisi politik, hal ini menimbulkan pertanyaan tentang tingkat kepercayaan dan tanggung jawab yang diberikan masyarakat kepada mereka,” ungkapnya.

Tekankan Transparansi Caleg

“Deklarasi mereka sebagai mantan korupsi penting. Namun yang lebih penting adalah bagaimana kita mendidik pemilih. Pemilih harus mampu memahami secara bijak dalam mengambil keputusan politik,” ungkapnya soal mantan koruptor yang mencalonkan pada pemilu.

Dalam kerangka regulasi yang ada, KPU memiliki batasan dalam hal mencoret atau memberikan tanda pada caleg dengan latar belakang terpidana korupsi. KPU hanya mewajibkan calon tersebut mengumumkan saat kampanye sebagai bentuk transparansi. Meskipun demikian, Ucu menyoroti keprihatinan terhadap rendahnya kesadaran masyarakat mengenai dampak politik dari tindak pidana korupsi.

Mengatasi persoalan ini, Ucu menegaskan pentingnya transparansi dan pendidikan bagi pemilih. “Para calon pemimpin seharusnya transparan mengenai status mereka sebagai mantan terpidana korupsi. Pendidikan masyarakat sebagai pemilih akan berdampak signifikan dalam membantu pemahaman akan implikasi dari pilihan politik yang mereka ambil,” ujarnya.

Soroti Integritas Pemilu 2024

Lebih lanjut, Ucu menekankan integritas yang harus partai politik usung dalam menghadapi pemilu 2024. “Integritas harus menjadi prioritas bagi partai politik, yang berarti tidak mencalonkan caleg dengan catatan korupsi. Asesmen terhadap potensi korupsi dan kebijakan tegas untuk memberhentikan anggota partai yang terlibat dalam korupsi adalah langkah yang bisa ditempuh,” ucapnya.

Sebagai penutup, Ucu menyimpulkan, perlunya kesadaran dan tindakan nyata dari masyarakat, partai politik, serta lembaga-lembaga terkait untuk menjaga integritas politik dan memberikan suara yang cerdas demi masa depan bangsa.

“Kita tidak boleh memberikan peluang kedua bagi mantan terpidana korupsi dalam dunia politik. Meskipun perubahan bisa terjadi, penting bagi kita untuk tetap menjaga integritas dalam ranah politik, khususnya dalam memberikan suara,” pungkasnya. [R]