PTSL Desa Banggle Kecamatan Ngadiluwih Diduga Buat Bancakan Oknum
3 min readKEDIRI, Mediasuarapublik – Program Nawacita Presiden Republik Indonesia Ir. H Joko Widodo (Jokowi) melalui kementerian ATR/BPN guna memberi perlindungan hukum kepada masyarakat dalam kepemilikan atas tanah/lahan yang dimiliki, sehingga tidak terjadi sengketa lahan dikemudian hari. Akan tetapi dengan pencanangan program yang begitu baik dari pemerintah pusat dan untuk kepentingan masyarakat diduga dimanfaatkan oleh oknum guna mempekaya diri.
Seperti yang diduga terjadi di Desa Banggle Kecamatan Ngadiluwih. Berdasarkan aduan dari warga desa setempat yang menerangkan kepada Timsu Surat Kabar Harian (SKH) Suara Publik. “Mas kemarin saya kok dapat info kalau biaya pendaftaran PTSL kita harus membayar 5 juta per sertifikat, sapean taka kasih informasi untuk namanya dan rumahnya silahkan sampean datangi agar tahu kebenarannya.” Jelas warga.
Untuk memperoleh informasi yang jelas, selanjutnya Timsus SKH Suara Publik mendatangi salah satu Dusun di Desa Banggle berbekal informasai dari warga untuk diklarifikasi. Dari keterangan beberapa warga Desa Banggle menjelaskan “Kalau untuk biaya pendaftaran tanah yang 5 Juta itu dulu mas, sekitar 2-3 tahun yang lalu. Saat itu melalui Sekretaris Desa (Sekdes) menawarkan pembuatan sertifikat dengan biaya variative antara 5 Juta – 12 juta yang saya tahu.” Terang warga.
“Kebetulan ibu saya ikut daftar, kalau tidak salah 12 Juta yang telah dibayarkan kepada Pak Kadir (Sekdes Mantan), sampai sekarang juga belum jadi. Saat itu yang daftar dari warga sini banyak, sampean bisa datangi satu persatu.” Keluhnya.
“Dulu waktu ditanya alasan Pak Kadir suruh sabar,” tambahnya.
Warga sudah berulang kali menanyakan kepada Kadir kepastian pembuatan sertifikat tersebut tetapi sampai saat ini masih belum ada kejelasan, “salahnya dulu pas kasih uang kami tidak dikasih tanda terima kwitansi pembayaran, sehingga kami tidak bisa menuntut dan hanya pasrah. Terakhir pas ditanya Pak Kadir menjawab setelah PTSL ini selesai sertifikatnya akan diurus kembali.” pungkasnya.
Selanjutnya Timsus kembali bertanya terkait biaya pendaftaran PTSL yang sekarang. “Kalau yang sekarang biayanya 600 ribu mas, kami bayarnya dikantor sekretariat yang berada di Dusun Pagak.” Jawabnya.
Dari keterangan warga untuk biaya 600 ribu warga harus menyiapkan sendiri patok sebagai pembatas atau dengan membeli kepada panitia sebesar 10 ribu per patoknya. Saat Timsus menanyakan apakah dari biaya pendaftaran 600 ribu per pemohon itu warga mengetahui dan ikut dalam musyawarah dengan panitia PTSL ?
“Kalau untuk rapat dulu tidak semua ikut, hanya perwakilan dari RT, kalau untuk biayanya saya juga kurang paham mas. Tetapi karena yang lain bayar 600 ribu ya saya ikut saja. Sebetulnya saya ini masih trauma mas, takutnya tidak jadi lagi seperti yang sudah-sudah, apalagi pada waktu saya membayar biaya PTSL juga tidak dikasih kwitansi, hanya selembar kertas.” Terang warga sambil memperlihatkan kertas bukti yang dikasih panitia PTSL namun bukan bukti pembayaran atau Kwitansi.
“Pikir saya kalau pun nanti tidak jadi toh yang ikut banyak, jadi saya pasrah saja.” Tutupnya.
Berdasarkan bukti yang diperlihatkan warga, memang itu bukan alat bukti pembayaran yang sah. Hanya di tuliskan nama pemohon, NOP, Luas, Alamat, Nomor HP, serta tanda tangan yang menyerahkan dan yang menerima serta dibubuhi stemple panitia PTSL Desa Banggle, Kecamatan Ngadiluwih. Bukti tersebut tidak sesuai dengan aturan atau bukti pembayaran sejumlah uang yang digunakan untuk pembayaran atau biaya kepengurusan Sertifikat. Hal itu sangat disayangkan, bilamana dari biaya pendaftaran PTSL dikemudian hari terjadi masalah, warga tidak akan bisa berbuat apa-apa.
Dengan tidak diberikannya tanda bukti pembayaran atau kwitansi kepada para pemohon yang sudah membayar biaya PTSL, diduga panitia PTSL Desa Banggle mengetahui adanya celah hukum dari aturan PTSL, dimana pada SKB 3 Menteri dan Perbup Kediri Nomor 6 tahun 2020 tentang Persiapan PTSL yang menerangkan secara jelas bahwasa biaya PTSL di Kabupaten Kediri hanya untuk kegiatan pra pendaftaran saja. Sedangkan pada aturan tersebut dijelaskan juga biaya yang dibebankan kepada pemohon PTSL sebesar Rp. 150.000,-, bilama masih ada kekurangan boleh ditambahkan dengan sewajarnya dan harus melalui musyawarah.
Perlu diketahui, dalam memutuskan dan membuat aturan sebagai payung hukum, baik pelaksana kegiatan dan atau penerima program tidaklah dibuat secara spontan. Harus melalui tahapan demi tahapan dan harus dapat dipertanggung jawabkan oleh yang membuat aturan. Dalam hal ini aturan yang dibuat dan dikeluarkan oleh Menteri dan Bupati dalam program PTSL tidak berlaku untuk panitia atau Pokmas yang melaksanakan.
Hal tersebut seperti yang dilakukan oleh pokmas PTSL di Desa Banggle, dimana sesuai aturan untuk biaya PTSL sebesar Rp. 150.000,- dan boleh ditambahkan dengan sewajarnya. Sedangkan biaya yang harus dibayar pemohon di Desa Banggle sebesar Rp. 600.000,- sehingga penambahan tersebut sangat tidak wajar, karena penambahannya sebesar 300 % dari aturannya, kalau memang biaya tersebut sah dan sudah melalui kesepakan bersama kenapa pemohon tidak diberikan bukti pembayaran yang sah. Dengan tidak diberinya tanda terima keuangan yang sah hal itu sangat merugikan pihak pemohon bilamana dikemudian hari terjadi masalah pemohon dipastikan tidak memiliki alat bukti. [Timsus]