Mediasuarapublik.com

Mengedepankan Profesional Dalam Berita Yang Seimbang Secara Aktual Dan Faktual

Home » Endgame Goes to Campus Mengangkat Topik Pendidikan yang Harmonis di Universitas Mulawarman Samarinda

Endgame Goes to Campus Mengangkat Topik Pendidikan yang Harmonis di Universitas Mulawarman Samarinda

3 min read

SAMARINDA, Mediasuarapublik – Dalam atmosfer yang penuh antusiasme di Universitas Mulawarman, acara Endgame Goes to Campus Mempersembahkan Lyceum Endgame, bagian dari Policy Forum on Education 2024. Mengusung tema Batang Harmoni Ilmu, acara ini menjadi panggung dialog mendalam tentang pendidikan yang menghubungkan kearifan lokal dengan tantangan global.

Acara ini merupakan kolaborasi antara Endgame, Pemimpin.id, Konsorsium Masyarakat Peduli Pendidikan Indonesia (terdiri dari 18 lembaga termasuk Tanoto Foundation), dan Universitas Mulawarman. Di hadapan lebih dari 200 peserta termasuk mahasiswa dari seluruh penjuru Kalimantan Timur diskusi ini berlangsung dengan energi yang membangkitkan refleksi dan inspirasi.

Salah satu momen yang paling berkesan terjadi ketika Arrida Hamzah, pemenang lomba karya tulis Policy Forum on Education 2024 dari Sulawesi, menyampaikan gagasannya tentang pendidikan berbasis lokal. Ia menekankan bahwa sistem pendidikan seharusnya menghubungkan kebutuhan lokal dengan manfaat global.

Dalam karyanya, Arrida menawarkan konsep pelatihan guru sebagai pamong, di mana guru tidak hanya bertindak sebagai pengajar, tetapi juga sebagai fasilitator pembelajaran berbasis masyarakat. Gagasan Arrida menyadarkan peserta bahwa pendidikan harus relevan dengan konteks lokal tanpa mengorbankan kompetensi global.

Pada sesi diskusi yang dipandu oleh Gita Wirjawan, Visiting Scholar di Stanford University sekaligus host Endgame Podcast, pembicaraan mengupas permasalahan mendasar dalam sistem pendidikan Indonesia.

Nisa Felicia menggunakan analogi pohon untuk menggambarkan pendidikan. Ia menjelaskan bahwa setiap komponen pohon mulai dari akar, batang, ranting, hingga daun memerlukan perawatan yang berbeda sesuai dengan jenis pohonnya. Pandangan ini mengkritisi standarisasi pendidikan yang sering kali mengabaikan keberagaman kebutuhan di tiap daerah.

Gita Wirjawan memberikan penekanan pada pentingnya memastikan bahwa akar dalam hal ini para guru harus mendapatkan perhatian lebih untuk menjamin kesehatan keseluruhan sistem pendidikan. Ia membandingkan status sosial guru di Indonesia dengan negara-negara seperti Korea Selatan dan Singapura, di mana profesi guru memiliki status sosial yang tinggi.

Diskusi ini juga menyoroti ketimpangan sosial dalam akses pendidikan. Hetifah Sjaifudian, salah satu pembicara utama, membahas bagaimana kebijakan pendidikan sering kali tidak benar-benar inklusif dan justru hanya menguntungkan segelintir pihak tertentu.

Hetifah menekankan bahwa sistem saat ini terlalu fokus pada persaingan untuk masuk ke sekolah-sekolah favorit yang didanai pemerintah. Ia juga menyoroti bahwa banyak kebijakan yang masih belum adaptif terhadap kebutuhan lokal. Sebagai contoh, Undang-Undang Guru dan Dosen, meskipun bertujuan meningkatkan pengakuan terhadap profesi guru, masih belum cukup untuk memastikan kesejahteraan mereka.

Neoliberalisme menjadi salah satu topik utama dalam diskusi ini. Dalam paparannya, Arrida Hamzah mengungkapkan bagaimana pendekatan neoliberalisme menciptakan ketimpangan. Pertumbuhan ekonomi lebih terpusat di kota besar, sementara daerah pinggiran sering kali diabaikan. Hal ini berdampak pada pendidikan, di mana materi yang diajarkan di sekolah sering kali tidak relevan dengan kebutuhan dunia kerja, terutama di wilayah-wilayah tersebut.

Acara ini diakhiri dengan refleksi mendalam tentang arah kebijakan pendidikan Indonesia di masa depan. Semua pembicara sepakat bahwa reformasi pendidikan harus dimulai dari peningkatan kualitas guru dan relevansi kurikulum.

Sebagaimana yang ditekankan oleh Hetifah, kurikulum yang baik tidak akan efektif tanpa pemahaman mendalam dari para guru sebagai pelaksana utama. Diskusi ini berhasil menginspirasi peserta untuk membayangkan sebuah sistem pendidikan yang inklusif dan berkelanjutan, di mana kearifan lokal dihargai tanpa kehilangan pandangan pada tantangan global.

Rangkaian Policy Forum on Education 2024 akan berlanjut dengan Chronicles bersama Bagus Muljadi di Universitas Riau, 11 Januari 2025. Acara ini terus mendorong dialog berbasis kearifan lokal untuk membangun kebijakan pendidikan yang inklusif dan relevan di Indonesia. Membahas bagaimana pohon pendidikan bisa memberikan ranting pengetahuan yang bercabang luas, namun tetap berakar kuat pada kebijaksanaan lokal. [**]