Hindari Politik Identitas Dalam Pilkada Lamongan 2024
2 min readMediasuarapublik – Momentum Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Lamongan Tahun 2024 sangatlah susah ditebak hasilnya, hanya ada dua Pasangan Calon yang telah ditetapkan oleh KPU Lamongan, yang mengakibatkan akan terjadinya Pertarungan yang sangat sengit diantara dua kubu tersebut. Para Partai pengusung dari masing-masing pasangan calon juga sama-sama meyakini akan mendapatkan Kemenagan dalam kontestasi ini.
Ketua MWC LAKPESDAM NU Kecamatan Sekaran, Mauludvian Aristia menyebut, politik Identitas selalu muncul dalam momen 5 tahunan ini, mulai Pilkada 2010 selalu hal tersebut selalu digaungkan.
“Karena tidak dapat dipungkiri, hampir 59 persen pemilik suara di Lamongan adalah kalangan Nahdliyin yang akan menjadi perebutan oleh para calon Kepala Daerah Kabupaten Lamongan. Namun kita tahu Bersama ternyata hasil yang diperoleh (calon Bupati terpilih) tidak pernah didapat oleh calon yang mengatasnamakan “Kader NU”, hal ini disebabkan karena ternyata warga Lamongan masih lebih memilih sosok Pemimpin berdasarkan pengalaman kinerja di birokrasi pemerintahan,” ucapnya kepada Mediasuarapublik, Jum’at (11/10).
Pihaknya selaku Lembaga Intlektual Nahdlatul Ulama merasa sangat risih dan menolak politik identitas dipakai dalam proses suksesi salah satu calon Bupati atau Wakil Bupati Lamongan, karena pihaknya telah menyadari, setelah mengikuti beberapa dekade Pemilihan Kepala Daerah di Lamongan, cara tersebut sengaja dipakai oleh para kontestan yang ingin mengeluarkan biaya Politik sedikit untuk Konsolidasi, Mobilisasi, Eksekusi. Bahkan kondisi di lapangan hanya akan memperkeruh dan mengadu domba para warga NU yang ada di Lamongan.
“Tidak hanya itu, yang lebih janggal lagi menurut kami, proses penunjukan Calon Bupati maupun wakil Bupati yang dapat mewakili aspirasi Kalangan Nahdliyin tanpa melalu proses yang melibatkan para Petinggi NU struktur (PC NU dan Badan Otonom tingkat Cabang) baik Lamongan maupun Babat. Justru malah sebaliknya yang terjadi, setelah Jadi Paslon, baru merapat ke NU. ini menurut Logika kami yang benar-benar terbalik, ketika ini di asumsikan atas nama Kepentingan NU,” kata Mauludvian.
Ia mengungkakan, jejak rekam selam 10 Tahun kebelakang, bisa diukur seberapa besar kontribusi dan kepedulian terhadap NU.
“Kita semua tahu kondisi riilnya, tapi seakan-akan menutup mata, karna berhasil didekati hanya menjelang Pemilihan (10 tahun kebelakang terlupakan),” jelasnya.
Mauludvian mengajak para calon bupati agar berpolitik dengan sehat, saling berkotestasi demi kemenangan masing-masing, jangan pernah menyeret NU dalam hal ini.
“Pengalaman 2020 kemarin sangat ironis bagi kami, Bendera NU Sudah ditarik sampai ujung paling tinggi, ternyata Eksekusi akhir tidak sesuai Ekspektasi,” tandasnya. [MAA/Red]